KISAH AYAT DAN PUISI
Oleh: rYoDiMaS
Aku sedang membakar tubuhku dengan
percik-percik api yang bertaburan dalam
puisi. Biar saja tak kurasa panasnya, asal
kudapat nyalanya. Cukup untuk membuat
dahiku berkeringat dan peluhku terlihat.
Kemarin lusa sempat aku jalan-jalan
ke hutan gelap. Apa yang kucari tak
lebih dari kunang-kunang yang sering
hinggap di celah kayu kering, bahan
bakar puisi. Sambil sesekali kuamati
sisa-sisa api unggun bekas kata-kata
berkemah malam sebelumnya.
Sampai saat ini masih kutunggu angin
berkabar pada burung yang nyaman
bersangkar di atap pondok hijau, tempat
para maling berjudi dan mabuk-mabukan
siang malam tiada henti bicara sesuatu
tentang demokrasi atau sambal terasi?
Beribu ayat telah kubuat, namun tak satu
pun berbuah kitab. Karena aku hidup di
zaman batu, waktu suhuf-suhuf baru
dibuat pada lembaran daun, yang tentu
saja berwarna hijau, kering termakan usia.
Tapi esok, aku yakin akan bangun melangkahi
abad. Berlayar menyebrangi matahari. Dan,
beribu ayatku hinggap di setiap hati.
Jember, 13 Februari 2008
1 comment:
ak tak bisa menangkap apa yang menjadi intisarinya semuanya terlalu mendapat perluasan...kata dan makna saling berebutan
Post a Comment