KAU, SI BURUNG, DAN BELALANG
Oleh: rYoDiMaS
kepada: si mata berkilau pelangi
Malam tadi aku mimpi kau, singgah
di hatiku dalam perjalananmu ke pulau
dewa. Tangan kananku dan tangan kirimu
seolah satu tak kulepas hingga pukul tujuh:
aku terbangun.
Gadis pesolek duduk di samping ranjangku
terbungkus surat melalui banyak sinyal yang
nyangkut di tujuh menara. Dia cerita tadi
malam tidak bisa tidur, sibuk memikirkan
bagaimana bisa lepas dari sangkar. Dia adalah
si burung haDiah malam.
Aku sungguh tak ingin berpisah dengan kau.
Kupejamkan mataku lagi dengan harap kau
masih ada di halaman pertama, menunggu
dalam basah hujan sambil tetap kau pakai
mata kilau palsumu. Tak mengapa, kau lebih
terlihat nyata di kilau mata asliku.
Si burung kembali mengganggu. Kali ini dia
berceloteh tentang sayapnya yang tak bisa
berenang. Lantas dia bermaksud meminjam
sayapku untuk dipakai berenang di air mata.
Kupinjamkan saja. Aku tak tahan dengan
kicaunya yang kadang indah walau lebih sering
terdengar parah, buat kupingku merah.
Tepat sehabis berenang, Si burung kembali
bertengger di tepi ranjangku, sambil berciut.
Ketika kutanya kenapa, dia hanya menjawab
nyalinya sedang ciut. Takut sama belalang si
raja Totok. Dia selalu tak bisa bergerak ketika
ada si belalang. Bukan kendaraan ksatria.
Aku kembali teringat kau. Kucari di kolong
ranjang, di lemari baju kotor, dan di langit-langit
balkon; kau tak juga muncul. Akhirnya aku pun
menyerah, kembali ke ranjang -kali ini tak ada si
burung- sambil membaca petunjuk langit. Aku ragu.
Aku gelisah. Aku tak sabar. Segera saja kubentangkan
sayap ingin kujemput kau di langit.
Benar saja. Kau ada di sana. Hanya empat kata. Empat
kata yang membuat aku jatuh perut bumi yang paling
dalam. Empat kata yang membuat sayapku tak bisa
kukepak: AKU TAK INGIN PULANG.
Kau, si mata berkilau pelangi.
Jember, 30 Oktober 2008
31 December 2008
Posted by ryodimas pada pukul 12:11 AM 0 comments
GETAR
Oleh: rYoDiMaS
Kentutku meletus pada malam hantu
Selepas tubuhku menang jibaku
Pukul dua lebih dua
Saat raga berkalang nyawa
Ingat Tuhan, aku selamat
Di dadaku damai tersemat
Tak jadi aku terhanyut sesat
Akibat tali tak terkebat erat
Pintu doa coba kubuka
Lewat zikir kunci pertama
Jadi berpikir teringat dosa
Sikap dan kata meluka mama
Pukul tiga lebih sepuluh
Nyawa tersisa berkumpul penuh
Menunggu cemas panggilan subuh
Sajakku deras senang berlabuh
Bandung, 22 Juli 2008
Posted by ryodimas pada pukul 12:10 AM 0 comments
31 August 2008
KISAH AYAT DAN PUISI
Oleh: rYoDiMaS
Aku sedang membakar tubuhku dengan
percik-percik api yang bertaburan dalam
puisi. Biar saja tak kurasa panasnya, asal
kudapat nyalanya. Cukup untuk membuat
dahiku berkeringat dan peluhku terlihat.
Kemarin lusa sempat aku jalan-jalan
ke hutan gelap. Apa yang kucari tak
lebih dari kunang-kunang yang sering
hinggap di celah kayu kering, bahan
bakar puisi. Sambil sesekali kuamati
sisa-sisa api unggun bekas kata-kata
berkemah malam sebelumnya.
Sampai saat ini masih kutunggu angin
berkabar pada burung yang nyaman
bersangkar di atap pondok hijau, tempat
para maling berjudi dan mabuk-mabukan
siang malam tiada henti bicara sesuatu
tentang demokrasi atau sambal terasi?
Beribu ayat telah kubuat, namun tak satu
pun berbuah kitab. Karena aku hidup di
zaman batu, waktu suhuf-suhuf baru
dibuat pada lembaran daun, yang tentu
saja berwarna hijau, kering termakan usia.
Tapi esok, aku yakin akan bangun melangkahi
abad. Berlayar menyebrangi matahari. Dan,
beribu ayatku hinggap di setiap hati.
Jember, 13 Februari 2008
Posted by ryodimas pada pukul 10:27 PM 1 comments
24 April 2008
MONOLOG PENJUAL MIMPI
Oleh: rYoDiMaS
"Mimpi ini kujual.
Harganya beberapa ribu.
Kau mau beli?"
"Bolehlah ditawar sedikit.
Jangan banyak-banyak.
Karena modalnya memang banyak."
"Beli ya? Karena hari ini dagangan
mimpiku belum ada yang laku."
"Terlalu mahal katamu? Wah, kau
benar-benar pembeli yang ngotot yah."
"Naikkanlah sedikit tawaranmu. Tidak kasihankah
kau? Aku belum makan sedari pagi. Tak punya uang
untuk membeli sebungkus nasi.”
“Hei, mau kemana? Janganlah kau pergi dulu. Selesaikan dulu
tawar menawar ini. Jangan kau buru-buru pergi. Tambahkanlah sedikit lagi.”
“Hei..hei... Iya deh. Jadi. Mau beli berapa banyak? Sebiji? Dua biji? Selusin?
Sekarung? Beli yang banyak yah. Karena tak semua penjual punya mimpi seindah ini.”
***
Jadilah kau memborong habis semua mimpi. Tapi belum kau bayar harganya hingga kini.
Mimpimimpi itu malah kau jual lagi ke lain pembeli. Kau dapat untung banyak pundi.
Aku hanya bisa gigit jari. Oh, malangnya aku si penjual mimpi.
Jember, 17 Desember 2007
Posted by ryodimas pada pukul 9:37 PM 2 comments
MISTERI WAKTU
Oleh: rYoDiMaS
ini adalah hari untuk puisi
ketika ragaku bersilat kata
ketika batinku mencari hikmah
antara kebajikan dan jeritan nyawa
Jember, 2007
Posted by ryodimas pada pukul 9:32 PM 0 comments
MARGHRIB
Oleh: rYoDiMaS
/1/
Kayu; semen; genting; besi; bambu; ubin.
Pintu; jendela; atap; lantai; dinding.
Telah mereka rancang sedemikian rupa.
Membentuk sebuah rumah megah.
Di depan persinggahan.
Drum yang terisi air;
pasir yang telah bercampur;
batu-batu yang tersusun rapi;
turut pula masuk ke pandangan.
/2/
Seorang nenek tua lewat,
membawa serantang nasi
atau seperti itulah kiranya.
Sosok duduk di tepi dinding balkon.
Menulis kata. Menikmati oksigen
yang keluar dari sekitar
pepohonan. Di bawah.
/3/
Samar terdengar alunan ayat suci.
Menandakan sebentar lagi malam tiba.
Waktu bergegas.
Membersihkan diri.
Bersiap menghadap Ilahi,
dalam bangunan Ibadah
antara siang dan malam.
Jember, 5 April 2006
Posted by ryodimas pada pukul 9:05 PM 0 comments
19 February 2008
RAHASIA KATA RAHASIA
by: rYoDiMaS
Sampah debu tersapu waktu.
Setetes wangi menyelubungi ruangmu.
Ada medali cermin kebanggaan.
Potret diri bersinar rupawan.
Suara pilu tajam menggema.
Tak peduli lakumu.
“Mereka siapa?” Itu katamu.
Ada nyanyian ilusi tlah kau beri.
Namun menjadi tak indah,
karena kau khianati.
Penyakit lama penyakit hati.
Adakah kau rasa?
Atau tlah lama hilang? kemana dia pergi?
Sinyal alam mengiris setiap sendi.
Menyayat luka menjadi tak terperi.
Pukul berapa? selamat datang, dunia...
Menanti saat itu, mimpi pun terlanjur tiba.
Aku ingin menyalakan malam yang sepi.
Sebuah isyarat di sanalah aku bersembunyi.
Lembaran harapan coba kusampaikan.
Tertelan gelap senandung rindu.
Berpijak di mana aku harus berada?
Ada mata bercahaya, ke situ aku melangkah.
Ingin kubuka semua rahasia.
Tunggu saatnya dan itu bukanlah kini.
Jember, 14 september 2007
Posted by ryodimas pada pukul 12:25 PM 0 comments
MINOR TUJUH
Oleh: rYoDiMaS
Aku ingin meniduri nada.
Lelappanjang lepas kantukku.
Lewat frasa-frasa birama.
Mengarung bebas minor tujuh jelajahnya.
Aneh sedih seperti kebanyakan kita.
Jarang terdengar. Sedikit tahu sedikit guna.
Seperti kita.
Asing mendengar nyanyian sendiri.
Tersihir lagukitasamamengerti.
Tergayut amanmerdu.
Tergerus indahyangsamarasa.
Jember, 11 Desember 2007
Posted by ryodimas pada pukul 12:03 PM 0 comments
12 February 2008
SABTU MALAM
Oleh: rYoDiMaS
Seorang pesohor sederhana menada bulan
Pedagang muda ramah menyapa mata
Gadis cantik, anggun berkereta
Penganan hangat, lezat menarikan lidah
Lantas? Tak biasa terjadi semasa.
Betapa sabtu malam menjanjikan pesonanya
Jember, 2 Desember 2007
Posted by ryodimas pada pukul 3:26 PM 0 comments
PUKUL TIGA MALAM MENJELANG PAGI
oleh: rYoDiMaS
Suara burung, merdu menjaga malam.
Detik jam terus memaksa berbunyi keluar dari keheningan.
Ada penunggang fajar yang menjemput rezekinya
dengan mengorbankan sedikit haknya yang tidak lazim.
Ada pula gonggongan hewanentahapa
yang menyalak dengan buasnya।
Saat dingin menyadarkan tubuh ini.
Mataku tergugah! menatap kosong atas jiwa yang sepi.
Semuanya haruslah segera berakhir saat ini!
Dengan nyanyian serangga, berdenging dengan indah।
Menunggu cahaya alam beberapa jam lagi.
Sedikit bingung bagaimana suasana hati.
Ini terlalu larut untuk memulai sebuah mimpi.
Ini terlalu dini untuk memulai sebuah hari।
Pukul tiga malam menjelang pagi.
Aku bersuara tapi tak berbunyi.
Bawalah aku hai waktu, kemana pun kau pergi...
Ini tubuhku terhenyak di kasur diri।
Jember, 28 juni 2007
Posted by ryodimas pada pukul 3:05 PM 0 comments
12 January 2008
ODE BUAT MURID
Oleh: rYoDiMaS
kepada: Guruguruku
Kalau nanti aku pergi,
kutitipkan tanaman ini
padamu. Pelihara baik-baik.
Jangan lupa disiram setiap hari.
Kalau nanti aku datang kembali,
kuambil tanamannya. Kau boleh
miliki bungabunganya. Kubagikan
buahbuahnya pada temanteman yang
lapar. Lapar buah tangan. Tangan-tangan
dermawan. Demawan yang membagi-bagikan
sedikit rezekinya kepada tangan-tangan. Tangan-tangan
malas yang bahagia dikaruniai kemiskinan. Kemiskinan
berpikir. Karena di negeri kita ini berpikir adalah barang langka.
Tentu siapa yang memilikinya akan menjadi kaya. Kaya akan pemahaman.
Karena merekalah yang bersusah payah mengangkat derajat hidup si miskin
yang malas berpikir. Karena malas disahkan di negeri ini. Setelah habis buahbuah
kubagikan, kupersembahkan bijibijinya untukmu. Bijibiji hybrid yang menghasilkan tanaman
baru. Yang tak susah memeliharanya. Yang banyak bunga-bunganya. Yang banyak
buahbuahnya. Yang banyak bijibijinya. Sehingga ketika kau pergi, ada yang bisa kau titipkan
kepadaku. Ketika nanti siapa tahu aku lupa bagaimana memelihara tanaman. Tanaman ilmu.
Ilmu membuat sepatu. Agar gagah kita berjalan.
Jember, 29 Desember 2007
Posted by ryodimas pada pukul 12:45 AM 2 comments
FEMINIM PAKE KACAMATA PEREMPUAN
Oleh: rYoDiMaS
Musim ini aku rindu kepada aku
yang dulu. Aku si cungo.
Konon, aku dulu melik rupa rupi rungau.
Pangling nursurya, kerlipnya lupa.
Keruan saja aku memerah mata
pakai lipstik tua. Warnanya merah muda.
Jati jatuh. Pada ingat pesan tetua:
“Kamu jangan larut mimpi malam terlalu.”
Aku kini dangkar. Danauku dampit
kendati kencit mengencongkan lafal
Basmalah. Paitua katai aku merenggut
maskulin dari mbakkulin. Padahal aku
cuma sayup memaro peci sama kerudung.
Jember, 8 Januari 2008
Keterangan:
cungo: tukang copet
melik: bernafsu ingin mempunyai
rungau: kurang tidur
jati: identitas
dangkar: dangkal
dampit: kembar laki-laki dan perempuan
kencit: tuyul
mengencongkan: membelokkan
paitua: kata sapaan untuk seorang bapak yang tua
sayup: kurang sedikit lagi sampai
memaro: membagi dua
Posted by ryodimas pada pukul 12:26 AM 0 comments
11 January 2008
KERETA KARYA
Oleh: rYoDiMaS
kepada: mothi ma linho
Kereta kita masih melaju. Di gerbong
ekonomi, aku tertidur pulas di bawah
kursi. Beralas koran minggu, berbantal
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mengigau
sesuatu tentang penyair dan katakata. Tak
lupa kusimpan bulan di pelupuk mataku.
Seperti penabung menanam uang di bank,
berharap memanen bunga mimpi.
Malam-malam tak menyurutkan niat
pengamennafsu memalak penumpang
kere seperti aku. Dengan galak mereka
palak setiap ratus rupiah, seperti nyanyiannya
yang memalak bunga tidur keluar kubur, yang
bingung kembali ke tangkainya, karena telah
terlalu jauh tertiup angin realita.
Kau ada di toilet. Menyirami papan-papan rel
dengan air puisi, membuang hasrat tak berguna.
Sampai habis puisimu kau keluarkan. Sampai
Habis isi perutmu kau keluarkan.
Lalu kau kembali duduk di atas ‘ranjang tidurku’,
berkata “Aku lapar. Aku ingin mengisi perutku
dengan beberapa lembar roti campur. Campuran
mentega prosa dengan selai drama televisi dan mesis
film indie. Biar nanti pas aku kencing yang keluar
tidak lagi melulu air puisi. Tapi air seni.”
Perjalanan kereta kita tinggal separuh. Sampai tujuan
esok pagi baru. Saat nyamuknyamukmalas bosan
dengan kita, mangsa-mangsanya yang pasrah terus
dihisap. Ketika itu, Stasiun Panggung Cahaya berhasil
kita datangi. Selamat buat kita.
Jember, 8 Januari 2008
Posted by ryodimas pada pukul 12:38 AM 0 comments