KERETA KARYA
Oleh: rYoDiMaS
kepada: mothi ma linho
Kereta kita masih melaju. Di gerbong
ekonomi, aku tertidur pulas di bawah
kursi. Beralas koran minggu, berbantal
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mengigau
sesuatu tentang penyair dan katakata. Tak
lupa kusimpan bulan di pelupuk mataku.
Seperti penabung menanam uang di bank,
berharap memanen bunga mimpi.
Malam-malam tak menyurutkan niat
pengamennafsu memalak penumpang
kere seperti aku. Dengan galak mereka
palak setiap ratus rupiah, seperti nyanyiannya
yang memalak bunga tidur keluar kubur, yang
bingung kembali ke tangkainya, karena telah
terlalu jauh tertiup angin realita.
Kau ada di toilet. Menyirami papan-papan rel
dengan air puisi, membuang hasrat tak berguna.
Sampai habis puisimu kau keluarkan. Sampai
Habis isi perutmu kau keluarkan.
Lalu kau kembali duduk di atas ‘ranjang tidurku’,
berkata “Aku lapar. Aku ingin mengisi perutku
dengan beberapa lembar roti campur. Campuran
mentega prosa dengan selai drama televisi dan mesis
film indie. Biar nanti pas aku kencing yang keluar
tidak lagi melulu air puisi. Tapi air seni.”
Perjalanan kereta kita tinggal separuh. Sampai tujuan
esok pagi baru. Saat nyamuknyamukmalas bosan
dengan kita, mangsa-mangsanya yang pasrah terus
dihisap. Ketika itu, Stasiun Panggung Cahaya berhasil
kita datangi. Selamat buat kita.
Jember, 8 Januari 2008
No comments:
Post a Comment