12 January 2008

ODE BUAT MURID

Oleh: rYoDiMaS


kepada: Guruguruku


Kalau nanti aku pergi,

kutitipkan tanaman ini

padamu. Pelihara baik-baik.

Jangan lupa disiram setiap hari.

Kalau nanti aku datang kembali,

kuambil tanamannya. Kau boleh

miliki bungabunganya. Kubagikan

buahbuahnya pada temanteman yang

lapar. Lapar buah tangan. Tangan-tangan

dermawan. Demawan yang membagi-bagikan

sedikit rezekinya kepada tangan-tangan. Tangan-tangan

malas yang bahagia dikaruniai kemiskinan. Kemiskinan

berpikir. Karena di negeri kita ini berpikir adalah barang langka.

Tentu siapa yang memilikinya akan menjadi kaya. Kaya akan pemahaman.

Karena merekalah yang bersusah payah mengangkat derajat hidup si miskin

yang malas berpikir. Karena malas disahkan di negeri ini. Setelah habis buahbuah

kubagikan, kupersembahkan bijibijinya untukmu. Bijibiji hybrid yang menghasilkan tanaman

baru. Yang tak susah memeliharanya. Yang banyak bunga-bunganya. Yang banyak

buahbuahnya. Yang banyak bijibijinya. Sehingga ketika kau pergi, ada yang bisa kau titipkan

kepadaku. Ketika nanti siapa tahu aku lupa bagaimana memelihara tanaman. Tanaman ilmu.

Ilmu membuat sepatu. Agar gagah kita berjalan.



Jember, 29 Desember 2007

FEMINIM PAKE KACAMATA PEREMPUAN

Oleh: rYoDiMaS


Musim ini aku rindu kepada aku

yang dulu. Aku si cungo.


Konon, aku dulu melik rupa rupi rungau.

Pangling nursurya, kerlipnya lupa.

Keruan saja aku memerah mata

pakai lipstik tua. Warnanya merah muda.

Jati jatuh. Pada ingat pesan tetua:

“Kamu jangan larut mimpi malam terlalu.”


Aku kini dangkar. Danauku dampit

kendati kencit mengencongkan lafal

Basmalah. Paitua katai aku merenggut

maskulin dari mbakkulin. Padahal aku

cuma sayup memaro peci sama kerudung.




Jember, 8 Januari 2008




Keterangan:

cungo: tukang copet

melik: bernafsu ingin mempunyai

rungau: kurang tidur

jati: identitas

dangkar: dangkal

dampit: kembar laki-laki dan perempuan

kencit: tuyul

mengencongkan: membelokkan

paitua: kata sapaan untuk seorang bapak yang tua

sayup: kurang sedikit lagi sampai

memaro: membagi dua

11 January 2008

KERETA KARYA

Oleh: rYoDiMaS


kepada: mothi ma linho



Kereta kita masih melaju. Di gerbong

ekonomi, aku tertidur pulas di bawah

kursi. Beralas koran minggu, berbantal

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mengigau

sesuatu tentang penyair dan katakata. Tak

lupa kusimpan bulan di pelupuk mataku.

Seperti penabung menanam uang di bank,

berharap memanen bunga mimpi.


Malam-malam tak menyurutkan niat

pengamennafsu memalak penumpang

kere seperti aku. Dengan galak mereka

palak setiap ratus rupiah, seperti nyanyiannya

yang memalak bunga tidur keluar kubur, yang

bingung kembali ke tangkainya, karena telah

terlalu jauh tertiup angin realita.


Kau ada di toilet. Menyirami papan-papan rel

dengan air puisi, membuang hasrat tak berguna.

Sampai habis puisimu kau keluarkan. Sampai

Habis isi perutmu kau keluarkan.


Lalu kau kembali duduk di atas ‘ranjang tidurku’,

berkata “Aku lapar. Aku ingin mengisi perutku

dengan beberapa lembar roti campur. Campuran

mentega prosa dengan selai drama televisi dan mesis

film indie. Biar nanti pas aku kencing yang keluar

tidak lagi melulu air puisi. Tapi air seni.”


Perjalanan kereta kita tinggal separuh. Sampai tujuan

esok pagi baru. Saat nyamuknyamukmalas bosan

dengan kita, mangsa-mangsanya yang pasrah terus

dihisap. Ketika itu, Stasiun Panggung Cahaya berhasil

kita datangi. Selamat buat kita.




Jember, 8 Januari 2008