31 August 2008

KISAH AYAT DAN PUISI

Oleh: rYoDiMaS


Aku sedang membakar tubuhku dengan

percik-percik api yang bertaburan dalam

puisi. Biar saja tak kurasa panasnya, asal

kudapat nyalanya. Cukup untuk membuat

dahiku berkeringat dan peluhku terlihat.


Kemarin lusa sempat aku jalan-jalan

ke hutan gelap. Apa yang kucari tak

lebih dari kunang-kunang yang sering

hinggap di celah kayu kering, bahan

bakar puisi. Sambil sesekali kuamati

sisa-sisa api unggun bekas kata-kata

berkemah malam sebelumnya.


Sampai saat ini masih kutunggu angin

berkabar pada burung yang nyaman

bersangkar di atap pondok hijau, tempat

para maling berjudi dan mabuk-mabukan

siang malam tiada henti bicara sesuatu

tentang demokrasi atau sambal terasi?


Beribu ayat telah kubuat, namun tak satu

pun berbuah kitab. Karena aku hidup di

zaman batu, waktu suhuf-suhuf baru

dibuat pada lembaran daun, yang tentu

saja berwarna hijau, kering termakan usia.


Tapi esok, aku yakin akan bangun melangkahi

abad. Berlayar menyebrangi matahari. Dan,

beribu ayatku hinggap di setiap hati.


Jember, 13 Februari 2008